JAKARTA - Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) Oktober 2025 menunjukkan bahwa optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi tidak hanya meningkat secara nasional, tetapi juga terutama terasa di wilayah luar pulau Jawa.
Pertumbuhan keyakinan konsumen ini ditopang oleh perbaikan lapangan kerja, meredanya tekanan harga pangan, dan akselerasi kebijakan fiskal pemerintah.
Optimisme Konsumen Terlihat di Banyak Kota Non-Jawa
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) per Oktober 2025 tercatat sebesar 121,2, naik dari 115,0 pada bulan sebelumnya. Angka di atas 100 menandakan konsumen masih berada dalam zona optimis. Secara spasial, kenaikan IKK terlihat di sebagian besar kota survei, khususnya Medan, Pontianak, dan Padang. Hal ini menandakan persebaran optimisme yang lebih merata di luar Jawa dibandingkan pusat ekonomi tradisional.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa optimisme di luar pulau Jawa dipicu oleh sejumlah faktor struktural dan temporer. “Perbaikan peluang kerja sangat terasa di kota-kota tersebut, harga pangan mereda, dan dukungan fiskal yang lebih ekspansif turut mendorong keyakinan konsumen,” ujarnya.
Lapangan Kerja Meningkat Jadi Faktor Kunci
Salah satu pemicu utama meningkatnya IKK di luar Jawa adalah perbaikan signifikan pada komponen ketersediaan lapangan kerja. Pada Oktober 2025, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK) tercatat 102,6, naik dari 92,0 pada September. Kenaikan ini menunjukkan persepsi konsumen bergeser dari zona pesimis menuju optimis.
“Perbaikan ini paling terasa di Medan, Padang, dan Pontianak, sehingga IKK di kota-kota tersebut melompat lebih tinggi dibanding daerah lain,” kata Josua. Lonjakan ini menegaskan bahwa persepsi terhadap kesempatan kerja menjadi indikator sentral dalam mendorong keyakinan konsumen, terutama di wilayah yang sebelumnya cenderung stagnan.
Harga Pangan yang Lebih Stabil Memperluas Ruang Belanja
Selain faktor lapangan kerja, tekanan harga pangan yang mereda juga ikut meningkatkan optimisme masyarakat. Meredanya inflasi bulanan pangan membuka ruang belanja rumah tangga, sehingga konsumen merasa lebih leluasa dalam merencanakan pengeluaran.
Josua menambahkan bahwa kondisi harga pangan yang lebih jinak membuat daya beli masyarakat meningkat, terutama di kota-kota non-Jawa yang sebelumnya menghadapi fluktuasi harga lebih tinggi. Hal ini berkontribusi pada persepsi positif terhadap kondisi ekonomi saat ini dan prospek ke depan.
Dukungan Fiskal Perkuat Persepsi Prospek Usaha
Faktor ketiga yang memengaruhi peningkatan IKK adalah akselerasi kebijakan fiskal pemerintah pada kuartal III 2025. Langkah ini meningkatkan permintaan di daerah, sehingga persepsi masyarakat mengenai prospek usaha dan pendapatan ikut membaik.
“Kombinasi peluang kerja yang lebih baik, harga harian yang stabil, dan kebijakan fiskal yang mendukung menjelaskan lonjakan optimisme relatif lebih besar di kota-kota non-Jawa,” jelas Josua. Kebijakan fiskal yang ekspansif ini, menurutnya, turut menciptakan efek multiplier yang memperkuat keyakinan konsumen di sektor riil ekonomi.
Pengeluaran Masyarakat Menjadi Indikator Stabilitas
Jika dilihat berdasarkan kelompok pengeluaran, IKK tertinggi tercatat pada kelompok masyarakat dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta, diikuti kelompok Rp 4,1 juta hingga Rp 5 juta. Hal ini menandakan bahwa pendapatan kelompok ini lebih stabil, serta peluang kerja yang dirasakan lebih baik dibanding kelompok berpenghasilan lebih rendah.
Meski demikian, terdapat sinyal kehati-hatian dalam perilaku konsumsi. Pembelian barang tahan lama justru melemah pada kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta ke atas. “Optimisme mereka tinggi, tetapi lebih banyak didorong oleh kondisi pendapatan saat ini daripada rencana pengeluaran besar,” ujar Josua. Dengan kata lain, konsumen optimis terhadap kondisi ekonomi, namun tetap berhati-hati dalam pengambilan keputusan belanja besar.
Kesimpulan: Optimisme Menyebar, Tapi Kehati-hatian Tetap Ada
Secara keseluruhan, survei BI Oktober 2025 menunjukkan optimisme konsumen meningkat, dengan dorongan signifikan dari kota-kota non-Jawa. Peningkatan lapangan kerja, stabilisasi harga pangan, dan kebijakan fiskal pemerintah menjadi faktor utama di balik pertumbuhan keyakinan ini. Namun, pola konsumsi menunjukkan masyarakat tetap berhati-hati, terutama dalam belanja barang tahan lama.
Fenomena ini mengindikasikan bahwa meski optimisme meluas, dinamika ekonomi masyarakat tetap dipengaruhi keseimbangan antara pendapatan saat ini dan keputusan pengeluaran. Hal ini penting bagi pembuat kebijakan dan pelaku usaha untuk menyesuaikan strategi ekonomi serta investasi di berbagai wilayah di Indonesia.