Gus Dur dan Marsinah

Gus Dur dan Marsinah Resmi Jadi Nama Gedung dan Ruangan Kemenham

Gus Dur dan Marsinah Resmi Jadi Nama Gedung dan Ruangan Kemenham
Gus Dur dan Marsinah Resmi Jadi Nama Gedung dan Ruangan Kemenham

JAKARTA - Semangat kemanusiaan dan keadilan sosial kini benar-benar hadir di jantung institusi negara.

Dua sosok yang dikenal sebagai pejuang hak asasi manusia, K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dan aktivis buruh Marsinah, kini diabadikan sebagai nama gedung dan ruangan di Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) di Jakarta.

Langkah ini menjadi simbol pengakuan negara terhadap jasa keduanya dalam memperjuangkan kemanusiaan, keadilan, dan keberanian melawan diskriminasi. Menteri HAM Natalius Pigai resmi menetapkan nama-nama tersebut pada Senin, 10 November 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan Nasional, sehari setelah Presiden RI Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada keduanya.

“Saya langsung menetapkan nama gedung Kemenham dengan nama Gedung K.H. Abdurrahman Wahid. Ini bentuk penghormatan atas peran dan jasa beliau dalam bidang HAM. Beliau, bagaimanapun, adalah tokoh dan pejuang HAM,” ujar Natalius.

Penghormatan untuk Gus Dur sebagai Pejuang Kemanusiaan

Gus Dur selama ini dikenal luas sebagai tokoh yang konsisten memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan pluralisme. Dalam pandangan Pigai, Presiden ke-4 RI itu merupakan figur yang tidak pernah lelah menegakkan keadilan bagi semua golongan, tanpa memandang suku, agama, ras, maupun latar belakang sosial.

“Gus Dur selalu menekankan bahwa setiap manusia berhak diperlakukan secara bermartabat,” ujar Pigai. Ia menambahkan, keputusan Gus Dur semasa menjabat presiden yang mencabut sejumlah kebijakan diskriminatif adalah bukti nyata dari komitmennya terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Tak hanya itu, Pigai juga menyoroti pendekatan humanis Gus Dur terhadap Papua. Gus Dur dinilai sebagai pemimpin yang berani melakukan pendekatan dialogis dan memberi ruang bagi masyarakat Papua untuk mengekspresikan identitas budaya mereka sendiri. “Beliau memandang Papua bukan sebagai masalah, tapi sebagai bagian dari bangsa yang perlu didengarkan,” katanya.

Gedung Kemenham yang kini bernama Gedung K.H. Abdurrahman Wahid diharapkan dapat menjadi pusat peradaban HAM di Indonesia. Pigai berharap semangat Gus Dur akan terus hidup di dalam gedung berlantai sembilan itu dan menginspirasi para pegawai kementerian untuk menegakkan prinsip-prinsip kemanusiaan.

“Kami tentu berharap agar pembangunan HAM di Indonesia juga kami timba semangat dan prinsipnya dari warisan Gus Dur sendiri,” ujar Pigai.

Marsinah, Simbol Keberanian dan Keadilan Sosial

Selain Gus Dur, nama Marsinah juga mendapat tempat terhormat di kantor Kementerian HAM. Ruang pelayanan HAM di lantai 1 kini dinamai Ruang Marsinah, sebagai bentuk penghormatan terhadap aktivis buruh yang menjadi simbol perjuangan hak pekerja dan keadilan sosial di Indonesia.

“Marsinah adalah wajah keberanian dalam memperjuangkan martabat manusia. Penamaan ini adalah wujud penghormatan kami kepada perjuangannya yang menjadi bagian penting dari sejarah HAM Indonesia,” kata Pigai.

Penamaan ruang ini bukan hanya seremonial. Pigai menjelaskan bahwa Ruang Marsinah akan digunakan sebagai pusat pelayanan publik di bidang HAM, terbuka bagi seluruh masyarakat yang membutuhkan perlindungan dan bantuan terkait hak-hak asasi.

Bagi Pigai, keberanian Marsinah yang memperjuangkan hak atas upah layak, kebebasan berserikat, dan perlakuan manusiawi di tempat kerja menjadi teladan yang relevan hingga kini. “Semangat Marsinah adalah semangat kemanusiaan. Dengan menamai ruangan ini sebagai Ruang Marsinah, kami ingin memastikan bahwa dedikasi dan pengorbanannya tidak hilang ditelan waktu,” ujarnya.

Gedung HAM Sebagai Pengingat Tugas Moral Negara

Penetapan nama Gus Dur dan Marsinah di lingkungan Kemenham menjadi simbol konkret bahwa perjuangan HAM bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga kompas moral bagi negara dan masyarakat. Pigai menegaskan, langkah ini diharapkan menjadi pengingat bahwa tugas Kementerian HAM bukan sekadar administratif, melainkan tanggung jawab moral untuk melindungi yang lemah dan memastikan keadilan bagi seluruh warga negara.

“Gedung ini bukan sekadar tempat bekerja, melainkan rumah bagi semangat kemanusiaan. Kami ingin seluruh pegawai Kemenham menjadikan semangat Gus Dur dan Marsinah sebagai inspirasi dalam melayani masyarakat tanpa diskriminasi,” tutur Pigai.

Ia menambahkan bahwa penamaan tersebut diharapkan bisa menumbuhkan kesadaran baru di kalangan birokrat dan masyarakat, bahwa penghormatan terhadap martabat manusia harus menjadi dasar dari setiap kebijakan publik.

Warisan Kemanusiaan untuk Generasi Mendatang

Langkah simbolis ini disambut positif oleh banyak pihak sebagai wujud nyata penghormatan terhadap dua figur yang memiliki kontribusi besar dalam sejarah perjuangan hak asasi manusia Indonesia. Gus Dur dikenang sebagai presiden yang menjunjung tinggi keberagaman dan kebebasan beragama, sementara Marsinah menjadi simbol keberanian perempuan yang menolak ketidakadilan.

Dengan nama mereka yang kini terukir di dinding kantor Kemenham, semangat perjuangan keduanya diharapkan terus hidup dan menjadi teladan bagi generasi penerus bangsa. Gedung dan ruangan tersebut menjadi pengingat abadi bahwa perjuangan kemanusiaan tidak pernah berhenti, dan nilai-nilai kemanusiaan harus selalu dijaga di setiap lini kehidupan bernegara.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index