Perguruan Tinggi Vokasi Didorong Jadi Penggerak Inovasi Ketahanan Pangan

Senin, 10 November 2025 | 08:02:31 WIB
Perguruan Tinggi Vokasi Didorong Jadi Penggerak Inovasi Ketahanan Pangan

JAKARTA - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menegaskan kembali pentingnya peran perguruan tinggi vokasi sebagai motor penggerak solusi terhadap berbagai tantangan masyarakat, terutama dalam menjaga ketahanan pangan nasional.

Melalui pendekatan inovatif, pendidikan vokasi diharapkan mampu menghadirkan teknologi tepat guna yang bisa langsung diterapkan oleh masyarakat, khususnya di sektor pertanian.

Salah satu wujud nyata dari komitmen tersebut terlihat dalam dukungan Kemdiktisaintek terhadap Konsorsium Perguruan Tinggi Vokasi (PTV) Jawa Tengah, yang menyelenggarakan Festival Panen Raya Berdikari Jawa Tengah 2025. Acara dengan tema “Panggung Inovasi: Teknologi Tepat Guna dan Sinergi Multipihak untuk Masa Depan Berkelanjutan” ini berlangsung di Semarang pada Kamis, 6 November 2025.

Festival ini menjadi ajang kolaborasi antara kampus, industri, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam memperkenalkan hasil inovasi teknologi pertanian yang dapat mendukung produktivitas sekaligus keberlanjutan pangan nasional.

Ketahanan Pangan Bukan Sekadar Produksi

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Fauzan menegaskan bahwa ketahanan pangan tidak hanya bergantung pada kemampuan untuk memproduksi bahan pangan, tetapi juga pada kemampuan berinovasi dalam proses dan sistemnya.

“Ketahanan pangan bukan hanya tentang kemampuan memproduksi, tapi tentang kemampuan berinovasi,” ujar Fauzan melalui keterangan resmi di Jakarta, Minggu.

Menurutnya, kolaborasi antara dunia pendidikan, industri, dan masyarakat menjadi kunci menuju kedaulatan pangan nasional. Kampus vokasi, lanjutnya, memiliki peran strategis karena berorientasi langsung pada penerapan dan solusi praktis di lapangan.

Hilirisasi Riset dan Kolaborasi dengan Industri

Senada dengan hal tersebut, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto menekankan pentingnya memperkuat hilirisasi riset serta program matching fund antara perguruan tinggi dan industri daerah.

Ia menilai riset kampus tidak seharusnya berhenti pada publikasi ilmiah, melainkan harus diubah menjadi produk atau teknologi yang memberikan dampak nyata bagi masyarakat.

“Kemdiktisaintek mengajak seluruh perguruan tinggi memperkuat riset berbasis kebutuhan lokal dan memperluas kemitraan dengan pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat,” ujar Brian.

“Dengan kolaborasi dan teknologi tepat guna, desa bukan hanya menjadi pusat produksi, tetapi juga sumber inovasi untuk masa depan berkelanjutan.”

Kebijakan tersebut sejalan dengan visi Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dalam Asta Cita, yang menempatkan inovasi dan kedaulatan pangan sebagai fondasi utama dalam memperkuat ekonomi nasional.

Inovasi Daerah dan Kemandirian Masyarakat

Ketua Konsorsium PTV Jawa Tengah, Kurnianingsih, menjelaskan bahwa melalui kegiatan ini dikembangkan program penguatan ekosistem kemitraan antara kampus dan dunia usaha untuk mengoptimalkan potensi daerah.

Hasilnya berupa produk hilirisasi riset yang telah diimplementasikan oleh berbagai industri dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Jawa Tengah.

“Perguruan tinggi vokasi memiliki peran penting dalam memastikan inovasi teknologi tepat guna bisa langsung digunakan masyarakat,” katanya.
“Kami tidak hanya berhenti di riset, tetapi juga mendampingi desa agar hasil inovasi itu bisa diterapkan dan dikembangkan secara mandiri.”

Upaya ini memperkuat posisi pendidikan vokasi sebagai katalisator dalam menciptakan masyarakat mandiri dan berdaya saing di bidang pertanian dan pangan.

Tantangan Regenerasi dan Transformasi Pertanian

Meski berbagai inovasi telah dilakukan, sektor pertanian di Jawa Tengah masih menghadapi tantangan besar dalam hal regenerasi petani dan transformasi digital.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah tahun 2023, sebanyak 42,01 persen petani berusia di atas 43 tahun, sementara petani milenial hanya mencapai 18,78 persen, dan generasi Z bahkan kurang dari 1 persen.

Selain itu, pemanfaatan teknologi digital di sektor pertanian masih di bawah 20 persen dari total pelaku usaha tani. Jumlah usaha pertanian pun mengalami penurunan signifikan, dari 5,03 juta unit usaha pada 2013 menjadi 4,36 juta unit pada 2023, atau turun sekitar 13,21 persen dalam satu dekade.

Kondisi ini menunjukkan adanya kesenjangan besar dalam penguasaan teknologi dan keberlanjutan produksi. Tanpa regenerasi petani muda dan transformasi sistem produksi berbasis inovasi, ketahanan pangan akan sulit dicapai secara berkelanjutan.

Kolaborasi untuk Kedaulatan Pangan Nasional

Kemdiktisaintek menilai, jalan menuju kedaulatan pangan nasional tidak dapat ditempuh hanya melalui kebijakan pemerintah, tetapi membutuhkan partisipasi aktif dari semua pihak. Perguruan tinggi vokasi menjadi garda terdepan dalam mencetak sumber daya manusia yang tidak hanya terampil, tetapi juga inovatif dan peka terhadap kebutuhan masyarakat.

Melalui dukungan riset terapan, kolaborasi multipihak, dan penerapan teknologi tepat guna, Indonesia diharapkan dapat membangun sistem pangan yang lebih tangguh, berkelanjutan, dan inklusif.

Pendekatan ini juga memperkuat prinsip bahwa pendidikan vokasi bukan sekadar pendidikan keterampilan, melainkan pendidikan untuk kemandirian bangsa.

Terkini